Apa jadinya jika horor bukan lagi tentang ketakutan pada makhluk astral, tapi pada hilangnya jati diri? Film The Dark House, karya terbaru sutradara Hans Wanaghi, tampil bukan sekadar membuat penonton merinding. Ia membawa pesan tersirat: bagaimana generasi muda kini mulai melupakan ritual lokal dan justru akrab dengan budaya mistik dari luar negeri.
Sutradara Hans Wanaghi mengatakan film berlatar lereng Gunung Slamet ini mempertemukan sepasang suami istri, Arya (Ade Bilal Perdana) dan Dewi (Karina Ranau), yang ingin memulihkan hubungan lewat liburan di rumah tua. Namun, rumah itu malah menyeret mereka ke dalam labirin teror dan gangguan gaib. Yang menarik, pemicu kekacauan bukan ritual kuno seperti jelangkung, melainkan Charlie Charlie, permainan pemanggil arwah dari Spanyol yang populer di media sosial.
"Anak-anak sekarang lebih kenal permainan dari TikTok ketimbang kisah mistis dari kampungnya sendiri. Saya ingin mempertanyakan itu lewat film ini," ungkap Hans dalam acara gala premiere di Epicentrum XXI, Jakarta, Senin (2/6/2025).
Alih-alih mengambil pendekatan horor klasik Indonesia, The Dark House justru bereksperimen dengan unsur lintas budaya dan lintas zaman. Film ini ternyata bagian pertama dari trilogi yang akan menggali kisah kelam dari era 1950-an, 1990-an, hingga masa kini. Strategi ini tak hanya memperkuat cerita, tapi juga menjadi cermin bagi perubahan cara pandang masyarakat terhadap hal-hal supranatural.
Ketika lokasi syuting menjadi simbol tersendiri, The Dark House memilih rumah di Baturaden bukan sekadar latar. Penulis naskah film ini, menurut Hans, justru melihat lokasi itu sebelum pernah menginjakkan kaki ke sana.
"Rumah, basement, bahkan pohon di luar jendela sudah ada dalam imajinasinya. Lalu, saat dia liburan, dia menemukannya begitu saja. Magis, bukan?" kata Hans, seolah menyiratkan bahwa cerita dan tempat itu memang sudah ditakdirkan bertemu.
Cerita yang menyeberangi zaman ini diperkuat dengan penampilan para aktor yang total. Ade Bilal Perdana mempersiapkan peran Arya dengan mempelajari sosok Vincent Van Gogh untuk memahami sisi psikologis karakter. Sementara Karina Ranau harus menaklukkan fobia anjing demi tampil autentik sebagai Dewi.
"Kata suami saya, kalau akting setengah-setengah itu ada dosanya. Jadi saya benar-benar all out," kata Karina yang juga berkonsultasi dengan suaminya, aktor teater Kang Epi, dalam membangun dinamika pasangan suami istri di layar.
Film ini tak hanya menawarkan jumpscare dan suasana mencekam, tapi juga menyodorkan satu pertanyaan penting, apakah modernitas membuat kita lupa siapa diri kita?
"Dengan memasukkan Charlie Charlie, saya ingin membalik ekspektasi. Biasanya kita menakuti hal-hal lokal, sekarang malah yang asing yang jadi pemicu," ujar Hans.
Permainan budaya inilah yang membuat The Dark House menonjol di antara film horor lokal lainnya. Ketika gangguan gaib mulai nyata dan batas dunia mulai mengabur, bukan hanya karakter yang dilanda ketakutan, tapi juga penonton, karena mereka dipaksa melihat bayangan sendiri: seberapa dalam kita mengenal akar kita?
The Dark House tayang serentak mulai 12 Juni 2025 di seluruh jaringan bioskop besar Indonesia. Apakah Anda siap menerobos horor yang bukan cuma menakutkan, tapi juga membuat bertanya siapa diri Anda sebenarnya?
电话:020-123456789
传真:020-123456789
Copyright © 2025 Powered by quickq免费版安卓apk http://qquickq.com/